Penderitaan dan Pelepasan – Apa Sakit itu Salah?

Dalam beberapa ceramah, saya sering meminta hadirin mengangkat tangan jika mereka pernah jatuh sakit. Hampir semua orang mengangkat tangannya ( mereka yang tidak mengangkat tangannya bisa jadi sedang tertidur atau sedang tersesat dalam fantasi seksualnya!). Menurut saya, ini membuktikan bahwa jatuh sakit itu adalah lumrah. Pada kenyataannya, adalah aneh jika anda tidak pernah jatuh sakit dalam hidup anda. Jadi mengapa, tanya saya, saat ke dokter, Anda bilang,” Ada sesuatu yang tidak beres dengan saya, dok?”? Padahal, akan ada yang tidak beres jika anda tidak pernah sakit sama sekali. Jadi orang yang waras seharusnya bilang,” Saya beres-beres saja, Dok, saya sakit lagi nih!”

Kapan pun Anda menganggap penyakit sebagai sesuatu yang salah, Anda menambahkan ketegangan yang tak perlu, bahkan juga rasa bersalah, ke puncak kesengsaraan. Dalam novel abad ke-19 yang berjudul Erehwon, Samuel Butler membayangkan suatu masyarakat di mana penyakit dianggap sebagai suatu kejahatan dan orang yang sakit akan dipenjarakan. Pada sebuah bagian yang tak terlupakan dari buku tersebut, si terdakwa, yang tengah tersedu-sedu dan bersin-bersin di atas mimbar, dicaci-maki sebagai pembunuh berantai oleh sang hakim. Ini bukan kali pertama dia terpergok menderita flu oleh sang hakim. Lebih lanjut, itu semua adalah salahnya sendiri karena memakan makanan yang tidak sehat, kurang berolahraga, dan mengikuti gaya hidup yang tidak sehat. Dia dihukum penjara selama beberapa tahun.

Berapa banyak dari kita yang menjadi merasa bersalah manakala kita sakit?

Seorang rekan biksu telah menderita suatu penyakit tak dikenal selama beberapa tahun. Dia menghabiskan hari demi hari, minggu demi minggu, berbaring di ranjang sepanjang hari, terlalu lemah bahkan hanya untuk berjalan keluar kamar. Pihak wihara itu telah membiayai berbagai jenis pengobatan, baik medis maupun alternatif, dalam upaya menyembuhkannya, tetapi tampaknya tak ada yang berhasil. Ketika dia merasa sedikit baikan, dia berjalan terhuyung-huyung beberapa langkah, lalu tumbang lagi berminggu-minggu. Para anggota wihara sering berpikir bahwa dia akan segera meninggal.

Suatu hari, kepala wihara yang bijaksana mendapatkan ilham mengenai masalah ini. Jadi, dia pergi ke kamar biksu yang sakit itu. Biksu yang terbaring itu menatap kepala wihara dengan tatapan nanar pasrah.

“Saya datang ke sini,” kata kepalah wihara, “atas nama seluruh biarawan dan biarawati di wihara ini, juga seluruh umat penyantun kita. Atas nama seluruh orang yang peduli dan mengasihimu, saya datang untuk memberimu izin untuk mati. Kamu tidak harus sembuh.”

Mendengar kata-kata itu, si biksu sakit terisak. Dia telah berupaya keras untuk sembuh. Teman-temannya telah banyak membantu demi kesembuhannya, sehingga dia tidak mau mengecewakan mereka. Dia merasa begitu gagal, begitu bersalah, karena tak kunjung sembuh. Saat mendengar kata-kata sang kepala wihara, seketika dia merasa bebas untuk menjadi orang sakit, bahkan bebas untuk mati. Dia tidak perlu lagi berjuang demikian keras untuk menyenangkan teman-temannya, Kegelapan itu membuatnya menangis.

Menurut Anda, apa yang terjadi kemudian? Semenjak hari itu, kesehatannya mulai membaik.

Tagged with: , ,
Posted in Books, Cerita

Leave a comment

June 2019
M T W T F S S
 12
3456789
10111213141516
17181920212223
24252627282930
terbanyak dipilih
  • None